Sejarah Motif Batik Pekalongan dan Penjelasannya
Kota Pekalongan merupakan kota didaerah utara jawa yang berbatasan
langsung dengan Kabupaten Batang di sisi timur, kemudian laut jawa di
sisi utara, serta Kabupaten Pekalongan di sisi selatan dan sisi barat.
Menurut lembaran daerah swatantra KTPS-PPD/00351/II/1958: asal usul nama
pekalongan berasal dari beberapa kata sambungan yang memiliki kata
dasar "halong" dari bahasa belanda menjadi "A-Pek-Halong-An" artinya pengangsalan dalam bahasa jawa dan berarti pendapatan
dalam bahasa Indonesia. Kota ini juga terletak di wilayah pantura yang
menghubungkan Jakarta sampai semarang-surabaya melalui jalur utara yang
berjarak sekitar 100 km dari semarang dan 384 km dari kota jakarta dan
jangan lupa untuk mencicipi nasi megono (irisan buah nangka yang
dicampur dengan sambal parutan kelapa, dihidangkan selagi hangat,
dicampur dengan ikan bakar) yang merupakan makanan khas pekalongan. Kota
pekalongan memiliki julukan yang cukup nyentrik yaitu kota batik
pekalongan, hingga membuat kota tersebut masuk kedalam jaringan kota
kreatif oleh UNESCO dalam kategori crafts & folk art pada akhir tahun 2014 serta mempunyai city branding yaitu World's city of Batik.
Sejarah Motif Batik Pekalongan
Batik Pekalongan sesuai dengan namanya, merupakan salah satu jenis batik yang dibuat oleh masyarakat Pekalongan. Para Perajin batik Pekalongan
mayoritas tinggal di wilayah pesisir utara pulau Jawa. Hal tersebut
membuat batik pekalongan juga biasa disebut dengan batik pesisir.
Sejarah batik Pekalongan
mencatat bahwa terdapat faktor pengaruh kebudayaan dari masyarakat
sekitar yang selalu berubah-ubah dan saling meniru pada awalnya sehingga
menimbulkan kreativitas para perajin batik pekalongan untuk selalu
membuat motif batik pekalongan
baru, hal ini menurut hemat saya merupakan perkembangan dari batik
sudagaran itu sendiri yang cenderung bebas dalam motifnya namun tetap
mengacu pada pakem membatik. Batik pekalongan menjadi lebih berkembang
setelah pengusaha batik
belanda bernama Eliza Van Zuylen membangun workshop di wilayah
tersebut. Berdasarkan arahan pengusaha tersebut maka motif batik
pekalongan yang baru juga berhasil diciptakan oleh para perajin batik
pekalongan yang khusus membuat motif batik
pekalongan terbaru untuk dijual kepada pengusaha batik tersebut. Eliza
Van Zuylen juga merupakan salah satu orang yang memiliki peran besar
atas kemunculan motif-motif baru dari batik Pekalongan. Melalui tangan
pengusaha ini batik pekalongan mampu menembus pangsa pasar eropa dimana
para pembeli batik
van zuylen rata-rata para bangsawan eropa, juga mengunggah kepopuleran
van zuylen sendiri di eropa dalam rentang waktu antara tahun 1923 hingga
akhir tahun 1946. Pengusaha ini sangat terkenal dengan produk batiknya
unggul akan kehalusan kain dengan motif batik tumbuh-tumbuhan hingga
sampai dengan saat ini lebih dikenal sebagai ciri khas motif batik
Pekalongan, di samping motif jlamprang. Batik Pekalongan memiliki
keunggulan tersendiri jika dibandingkan dengan produk kain batik daerah
lain yaitu dari segi pewarnaan yang cenderung lebih cerah dan atraktif.
Motif Batik Pekalongan
Berikut ini beberapa ciri motif batik Pekalongan diantaranya,
- Motif batik Pekalongan klasik adalah motif semen. Motif ini hampir sama dengan motif klasik semen dari daerah Jawa Tengah yang lain, seperti Solo dan Yogyakarta. Di dalam motif semen terdapat ornamen berbentuk tumbuhan dan garuda/ sawat. Perbedaan antara batik Pekalongan dengan batik Solo/ Yogyakarta adalah pada batik Pekalongan klasik hampir tidak ada cecek. Pada batik Pekalongan klasik, semua pengisian motif berupa garis-garis.
- Motif asli Pekalongan adalah motif Jlamprang, yaitu suatu motif semacam nitik yang tergolong motif batik geometris. Ada pendapat yang menyebutkan bahwa motif ini merupakan suatu motif yang dikembangkan oleh pembatik keturunan Arab. Hal ini karena pada umumnya orang Arab yang beragama Islam tidak mau menggunakan ornamen berbentuk benda hidup, misalnya binatang atau burung. Mereka lebih suka ragam hias yang berbentuk geometris. Namun Dr. Kusnin Asa memiliki pendapat berbeda dimana motif batik Jlamprang merupakan motif batik yang muncul karena pengaruh kebudayaan Hindu Syiwa.
- Warna soga kain batik berasal dari tumbuhan.
- Beberapa corak kain yang diproduksi di Pekalongan mempunyai corak Cina. Hal ini ditunjukkan dengan adanya ornamen Liong berupa naga besar berkaki dan burung Phoenix pada motif batik Pekalongan. Burung Phoenix merupakan sejenis burung yang bulu kepala dan sayapnya berjumbai, serta bulu ekor berjumbai juga bergelombang.
- Kain batik pekalongan yang dikembangkan oleh pengusaha batik halus keturunan China kebanyakan memiliki motif berupa bentuk-bentuk realistis dan banyak menggunakan cecek-cecek, serta cecek sawut (titik dan garis).
- Penduduk daerah pantai menyukai warna-warna yang cerah seperti warna merah, kuning, biru, hijau, violet, dan orange.
Motif batik Pekalongan - Jlamprang
Motif
batik jlamprang diyakini dan diakui oleh beberapa pengamat motif batik,
sebagai motif asli Pekalongan. S.K Sewan Santoso, S. Teks dalam bukunya
Seni Kerajinan Batik Indonesia yang diterbitkan Balai Penelitian Batik
dan Kerajinan , Lembaga Penelitian dan Pendidikan Industri, Departemen
Perindustrian RI (1973), mengatakan bahwa motif Jlamprang di Pekalongan
dipengaruhi oleh Islam. Artinya, motif ini lahir dari perajin batik
pekalongan keturunan arab yang beragama islam. Islam melarang menggambar
binatang maupun manusia dalam kain batik maupun lukisan sehingga
membuat para perajin batik pekalongan memiliki ide kreatif yaitu dengan
membuat motif batik pekalongan secara geometris dengan cara nitik pada
motif batik jlamprang.
Dr. Kusnin Asa
memiliki pendapat lain bahwa motif batik Jlamprang merupakan suatu
bentuk motif yang kosmologis dengan mengedepankan satu pola ceplokan
dalam bentuk lung-lungan juga bunga padma yang menunjukan
sebuah makna mengenai peran dunia kosmis yang datang sejak agama Buddha
dan Hindu berkembang di tanah Jawa. Pola ceplokan pada motif yang
distilirasi ke dalam bentuk yang lebih dekoratif menunjukan bahwa corak
tersebut merupakan peninggalan dari masa prasejarah yang selanjutnya
menjadi warisan agama Hindu juga Buddha.
Gambar Batik Pekalongan Motif Jlamprang


Motif Isen batik Pekalongan
Motif batik Pekalongan menggunakan isen-isen berupa titik-titik atau dalam bahasa jawa dikenal dengan istilah cecek-cecek. Titik tersebut dapat berupa cecek-garis atau cecek-pitu. Sangat jarang dijumpai model cecek-sawut atau sawut, juga isen yang lain seperti cacah gori. Kreativitas penggunaan cecek
ini kadang-kadang sangat dominan hingga semua garis yang membentuk pola
dalam motif batik pekalongan tersebut juga berupa cecek. Salah satu
contoh batik tulis halus karya "Oei Tjow Soen" yang merupakan batik pekalongan yang menggunakan motif batik penuh cecek yang halus sekali.
Daftar Pustaka Sejarah Motif Batik Pekalongan
- Asa, Kusnin, Batik Pekalongan dalam Lintasan Sejarah, Batik Pekalongan on History, Cahaya Timur Offset Yogyakarta, 2006.
- Brüninghaus, Cornelia and Knubel, Museum Education in the Context of Museum Functions, Running a Museum, A Practical Handbook, ICOM – International Council of Museums, 2004.
- Djoemena, Nian s, Ungkapan Sehelai Batik its mystery and meaning, Djambatan, 1990.
- Edson, Gary dan David Dean, The Handbook for Museum: Batik Pekalongan, Routledge, London and New York : 1996.
- Batik Pekalongan dalam Format Nominasi Batik Indonesia, 2008.
- Hein, George E. Learning in the Museum:Batik pekalongan, London: Routledge, 2002.
- Harmen C Veldhuises, Batik Belanda and batik pekalongan, 2007, Gaya Favorit Press, Jakarta.
- Susanto, Sewan, Batik Pekalongan dalam Seni Kerajian Batik Indonesia, Balai Besar Batik dan Kerajinan, Departement perindustrian. Jakarta, 1980.
- Kardi, Marsam, “Sejarah Perbatikan Indonesia”, Makalah Seminar Jejak Telusur dan Perkembangan Batik Pekalongan, Pekalongan, 18- 19 Maret 2005.
- Museum Batik Pekalongan, Komunitas Batik Pekalongan, Pekalongan, 2008.
- UNESCO, Convention For The Safeguarding of The Intangible Cultural Heritage, 2003.
- Watson, Sheila, Museum and Their Comunity:batik pekalongan, Routledge, 2007.
- Eliza Van Zuylen, Batik Pekalongan, 1923.
0 Comments